Jalan Dengan Boss…!
(Oleh: W. Dwi Setyorini)
Suasana kantor pagi itu intense…aroma persaingan dan harap-harap cemas terasa pekat. Sama pekatnya dengan secangkir kopi pahit di tangan Dode (setiap pagi dia minum kopi pahit tanpa gula tanpa cream!)
“Semoga aku…” frase itu yang ada di setiap kepala yang duduk (pura-pura) tenang di ruang meeting. Hari itu si Boss…DR. Jessica Stanzah (Ibu Sisca), Kepala Departement Personalia, Training dan Edukasi akan mengumumkan siapa yang dia pilih untuk mendampinginya ke Hawaii menghadiri Annual Conference for Educational Department of World Skin Care Industry.
Dag…dig…dug…! terdengar jelas detak jantung Karisma yang duduk manis di sebelah kananku memainkan ujung rambutnya! Selalu itu yang dia lakukan kalau dia nervous.(Eh, tunggu dulu... atau mungkin itu detak jantungku sendiri? Auk ah… susah dibedakan, habis 7 jantung di ruangan itu berdetak sama berisiknya!).
“Selamat pagi semua….sehat dan bahagia hari ini?” Ibu Sisca membuka meeting.
“Pagi Buuuu…. Baik-baik, Bu…!” koor 7 anak bebek yang sok calm, sok sportive, sok saling mendukung... sok siapapun yang terpilih ‘I am fine with it!’ (Ah…mana mungkin-lah just fine with it!... kalau kalah saingan pasti jelouse…pasti dongkol!)
“Dengan pertimbangan matang setelah diskusi dengan kantor pusat, saya sudah membuat pilihan siapa dari anda yang akan pergi dengan saya ke
Hatiku berdetak kencang… Kencang sekali! karena aku tahu pasti cuma aku yang pernah menyusun kurikulum dan proposal semacam itu! Walaupun hingga saat itu belum kudengar komentar dari Board of Directors. Wah, aku nih yang berangkat!
Tanpa kusadari pipiku memerah, terasa panas, duduk serba salah tingkah. Harus tersenyumkah…atau pura-pura nggak tahu aja….atau menunduk pura-pura sibuk…atau sok cool ajah toh semua tahu kalau aku yang paling brilliant di antara kami bertujuh. Di meeting-meeting juga ide-ideku yang paling cemerlang dan paling banyak didengar dan di pakai Ibu Sisca. Ah…mereka pasti sudah menyangka kalau aku yang terpilih.
“….bla…bla…bla…bla…..”
Cuma itu yang kudengar dari mulut Ibu Sisca selama sekitar 12 menit 6 detik berikutnya, sebelum akhirnya…Oh, akhirnya…. Beliau bilang….
“So…Miss Kiky, with all of your expertise, would you please honor me and accompany me to the conference?” katanya sangat ramah dan merendah sambil mengulurkan tangannya…yang tentu kusambut secepat kilat. (Jangan sampai dia berubah pikiran dan memilih Windu yang sombongnya bukan kepalang…yang by the way nafasnya selalu bau pete… kalau aku terlalu lambat menyambut uluran tangannya!)
Jantungku hampir melompat keluar dari rangka dadanya. Kepalaku berdenyut nyut….nyut…seperti pengalaman baru pertama kali naik lift elevator. Pipiku memerah…memanas…siap meledak…DUARRRR! ...bukan karena kaget, tapi karena bangga….ponggah…(.wah tenyata emosi bangga ini punya force yang lebih kuat dari emosi bentuk lainnya lho!)
Jalan sama Ibu Sisca??? Gila!!! Betapa cemburunya 5 orang laki-laki dan seorang perempuan lainnya di ruangan ini padaku! Hebat bener aku ya…JALAN SAMA IBU SISCA, bo…! Ke
Aku yang termuda diantara 7 trainer di seluruh perusahaan. Aku satu di antara cuma dua trainer perempuan. Aku yang meraih nilai tertinggi pada program persiapan dan pelatihan calon kepala cabang….berarti kansku untuk akan segera dipromosikan jadi kepala cabang sangat besar. (Aku dengar mereka akan segera buka cabang baru di
Dua setengah minggu kemudian ........
“Good luck, Kikz…”
“Jangan lupa oleh-olehnya ya…”
“Selamat ya, Mbak Kiky… sekalian liburan ke
“Parfum ya Kikz…. Jangan gantungan kunci!”
Aku tersenyum menanggapi celoteh teman-teman yang berebut memberi ucapan selamat jalan yang paling indah, berlomba memberi senyum yang paling manis… biar nanti dapat oleh-oleh yang paling bagus, tuh… maunya!
Aku dan Ibu Sisca berangkat bareng ke bandara dari kantor. Karna pesawat kami berangkat sore hari dan masih ada beberapa persiapan dokumen susulan untuk presentasi kami di
Lho…kok dia santai banget ya…padahal tadinya aku mau mengcopy
Jumat tengah hari kami tiba di
Sederet wanita
Bersama para boss berbagai bangsa itu kami melangkah perlahan…penuh karisma dan wibawa….ke arah lobby hotel. Istri-istri mereka bertabur permata, pakaian dan tas tangan mereka… Coco Chanel, Lui Vitton, Prada, dan entah apa lagi (ada beberapa merk yang saking elitnya nggak pernah kudengar!!). Cuma aku yang pakai jam tangan Guess, sepasang kalung dan anting mutiara hadiah ulang tahun dari Mami tahun lalu, dan jaket dan sepatu kulit buatan Cibaduyut! Diam-diam aku melirik kanan kiri…hampir semua dari mereka mempunyai cara berjalan yang khas…khas cara berjalan orang penting, orang kaya! Kepala tegak keatas, pandangan tegas lurus ke depan dan senyum sedikiiiit saja! Asal tak tampak cemberut….tak tampak tua!
Aku menoleh ke belakang,…
Lho??? Beberapa langkah di belakang kami Ibu Sisca sedang berjalan santai asyik masyuk bercanda ria dengan para gadis
Malamnya kami diundang Gala Diner malam perkenalan. Khusus untuk acara ini aku sudah menyiapkan gaun pesta termewahku yang kupesan dan dirancang khusus oleh Ghea Sukasah. Dengan gaun sutra putihku yang berkibar lembut…aku merasa bagai bidadari melayang di negri awan. Harganya…. Satu setengah bulan gajiku! Besar pasak dari pada tiang bener nih ceritanya! Gila ya? Cuma gara-gara pingin tampil pantas di kalangan elit kelas atas! Supaya nggak kebanting. Supaya orang lain dari lingkaran kelas lain (seperti para sainganku yang tertinggal di kantor ngiler karna gak kepilih, atau para pegawai hotel, atau para waiters) mengira aku salah satu dari orang-orang hebat itu.. What was I thinking? Who was I kidding?
Ibu Sisca… pakai setelan pantalon feminin warna coklat tua. Dari modelnya sih kayak yang banyak dijual di mall. Bermerk sih…tapi kelas mall, bukan gaun butik rancangan khusus. HAH??? Gak salah tuh dia?
“Wow…. Kamu tampak cantik sekali, Kiky!”
“Thanks Ibu, you too.” Jawabku singkat gak berani berkomentar panjang tentang penampilannya malam itu yang menurutku sebenarnya ‘kurang mewah’ alias terlalu sederhana untuk ukuran seorang boss.
Acara perkenalan. Semua peserta berdiri satu persatu memperkenalkan diri dan perusahaan yang diwakili. Semua orang yang berdiri sebelum aku menyebut nama, gelar pendidikan, nama perusahaan dan jabatan di perusahaan. Jadi seperti burung beo aku meniru cara perkenalan mereka ….
Tiba giliran Ibu Sisca (karna dia duduk hampir di ujung meja makan maka gilirannya tiba belakangan)….
“Hi everyone … I am Sisca from
Lho…. Apa-apaan ini? Kenapa dia gak sebutkan gelar DOKTORnya yang dia dapatkan dengan cum laude dari sebuah universitas bergengsi bertaraf internasional di Belanda itu?. Kok dia gak sebut-sebut jabatannya sebagai salah satu dari cuma 3 eksekutif kakap di perusahaan kami (yang by the way…tanpa dia perusahaan kami sudah gulung tikar beberapa tahun lalu!). Wah…Ibu Sisca ini memang harus diajari kode etik, perilaku dan cara berlagak seperti boss!.
Kembali ke hotel. Capek…ngantuk.
“Kiky mau pakai kamar mandi duluan? Kayaknya kamu ngantuk berat tuh..”
“Boleh, Bu? Ibu nggak mau ke kamar mandi duluan?”
“Oh…nggak apa-apa, saya biasa tidur malam. Saya mau baca-baca dulu sedikit.”
“Terima kasih, Bu….”
Dan akupun nyelonong masuk kamar mandi. Karena capek dan ngantuk… kupikir urusan sopan santunnya mulai besok aja! Bersihin make-up, gosok gigi, mandi, cuci rambut dari bekas hairspray… aaahhh…segar, siap bobo deh. Dari dalam kamar mandi, sambil membuka pintu aku teriak…
“Udah selesai, Bu…Giliran Ibu nih…!”
Aku keluar kamar mandi dan terpana….
Di sisi tempat tidurnya Ibu Sisca sedang berlutut dan berdoa… di bawah tangannya yang terlipat ada Holly Bible yang masih terbuka. Aku ketinggalan awal doanya, tapi sepenggal bagian terakhir yang sempat kudengar …
“ … bantu saya ya Tuhan untuk tidak kehilangan warna jati diri saya, dengan berkah sebesar apapun yang Kau berikan bagi saya. Bantu saya ya Tuhan supaya saya tidak terseret dan akhirnya tenggelam dalam arus yang tidak Kau sukai. Karena hidup saya ini ya Tuhan… semua dariMu dan hanya bagiMu. Amin.”
Kantukku hilang. Sepanjang malam aku terbaring dengan mata terbuka lebar. Kerut-kerut kecil terbentuk melintas dahiku. Tingkah lakuku minggu-minggu terakhir ini, kesombonganku, keangkuhanku, kebanggaanku yang berlebihan pada diri sendiri, kesibukanku menjiplak gaya boss, miringnya caraku memandang orang lain… semua bermunculan seperti gambar bisu jaman charly chaplin memenuhi kelopak mataku.
Memang secara langsung aku tak pernah merendahkan orang lain. Tapi rasa bangga yang berlebihan pada diri sendiri tanpa kusadari telah membangun tembok antara aku dan seputarku. Kalaupun aku beramah tamah dan berbuat baik… di otakku itu cuma ‘sedekah’ buat orang yang di bawahku! Betapa arogannya! Iiiihhhh…..malunya aku! Siapa aku ini dibanding Ibu Sisca. Di ketinggiannya yang natural dia tetap berpijak ke tanah. Humble…. (nggak heran kalau dia selalu tampak bahagia! Karena dia puas dengan ‘inti jati dirinya’ tanpa harus capek membangun kesan dan menjadi orang lain.)
Aku terpesona. Siapa sangka orang secantik, sehebat, sekaya, sepintar sesukses dan berkedudukan tinggi seperti Ibu Sisca ini bisa sangat humble dan akrab dengan jati dirinya dan akrab dengan Tuhan yang ia yakini sebagai pemilik hidupnya seutuhnya. Sedang aku? Aku yang sangat jauh di bawah Ibu Sisca… Aku memang percaya pada Tuhan, tapi benarkah aku meyakini (dan berlaku setiap hari yang membuktikan keyakinanku!) bahwa Dia pemilik seluruh hidupku? Rasanya tidak…! Aku masih menggenggam dan memiliki dan mengelola sendiri sebagian besar hidupku.
Kuamati wajahnya di sinar lampu temaram. Nafasnya terdengar halus dan lembut dalam tidur pulasnya. Raut mukanya terlihat tenang dan cantik…. cantiiiik sekali! Ini rupanya yang orang bilang 'beauty from within' kecantikan dan keindahan yang memancar dari dalam ke luar. Yang nggak pernah memerlukan Estee Lauder, Prada, gelar Doktor, gelar BOSS…atau solekan lahiriah yang semacamnya.
Aku malu!
Maluuu…sekali!
Pada diri sendiri,
pada nurani…
terutama aku sangat malu pada
Sang Pencipta jati diriku...
Sang Pemilik hidupku...
Laporan perjalanan yang tertinggal dari Uahu, February ’98.
Buat Ibu Sisca, BOSS tercantik yang paling down to earth yang diutusNya untuk mengajariku tentang sopan santun, rendah hati dan being true to myself. Thank you, IBU… I will never, EVER forget you!”
Kikz.
No comments:
Post a Comment